Di antara faktor yang menyebabkan terkabulnya doa adalah bertaubat sebelum berdoa. Mengakui kekurangan diri dan menyesali berbagai dosa yang pernah dikerjakan. Sebab tumpukan dosa yang menggunung adalah salah satu penghalang terbesar terkabulnya doa.
Dalam sebuah hadits sahih disebutkan,
“ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟ “
“Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menceritakan tentang seseorang yang telah lama bepergian, kusut masai, ia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berkata, “Wahai Rabbi, wahai Rabbi”. Namun makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan diberi makan yang haram. Bagaimana mungkin dikabulkan doanya?”. HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.
Dahulu para nabi dan rasul ‘alahimussalam tidak pernah bosan mengajak ummat mereka untuk bertaubat dan beristighfar kepada Allah. Sembari menjelaskan buah manis taubat berupa terkabulnya doa, turunnya hujan dan berbagai berkah kebaikan lainnya.
Nabi Hud ‘alaihissalam berkata kepada kaumnya,
“وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ“
Artinya: “Wahai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabb kalian dan bertaubatlah kepada-Nya. Niscaya Dia menurunkan hujan yang deras atasmu, juga memberikan kekuatan yang berlipat-lipat. Janganlah kalian berpaling dengan berbuat dosa”. QS. Hud (11): 52.
Bahkan Nabi Yunus ‘alaihissalam sendiri mempraktekkan adab tersebut, saat beliau dimakan ikan paus. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
“وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ (87) فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ (88)“
Artinya: “(Ingatlah kisah) Dzun Nun (Nabi Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah. Ia mengira bahwa Kami tidak bisa menekannya. Akhirnya iapun berdoa dalam kegelapan yang sangat (yakni di dalam perut ikan, di dasar lautan dan di malam hari), “Lâ ilâha illâ Anta, subhânaka innî kuntu minazh zhôlimîn (Tidak ada yang berhak disembah kecuali Engkau. Maha suci Engkau. Sungguh aku termasuk orang yang bersalah)”. Maka Kami pun mengabulkan doanya dan menyelamatkannya dari musibah. Demikianlah kami menyelamatkan orang-orang yang beriman”. QS. Al-Anbiya’ (21): 87-88.
Maka jangan heran bila konon dahulu Ummar bin Khatthab pernah memohon hujan kepada Allah. Namun sejak keluar rumah hingga pulang kembali, tidak ada doa yang dibacanya melainkan hanya istighfar. Ternyata Allah turunkan hujan. Masyarakat bertanya kepada beliau, “Barusan engkau tidak kami dengar berdoa meminta hujan?”.
Beliau menjawab, “Aku sudah minta hujan dengan melakukan hal yang bisa mendatangkan hujan (yakni membaca istighfar)”. Lalu beliau menukil firman Allah ta’ala, “Beristighfarlah kepada Rabb kalian, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan kepada kalian hujan yang lebat dari langit “. QS. Nuh (71): 10-12.
@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 12 Jumadal Ula 1439 / 29 Januari 2018